Muslimah Sebaiknya Berambut Pendek atau Panjang?
Sudah menjadi kodrat bagi kaum hawa yang selalu ingin tampil cantik. Diantara periasan yang membuat wanita tampil cantik dan feminim terutama bagi suaminya adalah rambut. Seorang istri dianjurkan untuk merias diri di depan suami. Termasuk persoalan menata rambut. Namun bolehkah seorang wanita memangkas rambut yang sering disebut mahkota perempuan itu?
Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Terkait memendekkan rambut bagi wanita, ulama Syafi’iyah membolehkannya. Dalam Roudhotuth Tholibin disebutkan, sebuah riwayat dari Abu Salmah bin Abdurrahman, ia mengatakan, "Aku pernah menemui Aisyah RA bersama saudara sepersusuan Aisyah. Dia bertanya pada Aisyah mengenai mandi janabah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Saudarinya tersebut mengatakan bahwa istri-istri Nabi SAW mengambil (memendekkan) rambut kepalanya sampai ada yang tidak melebihi ujung telinga." (HR Muslim).
Inilah alasannya para ulama Syafi'iyah membolehkan kaum wanita untuk memendekkan rambut. Imam Nawawi dalam Syarh Muslimmenegaskan, "Dalil ini menunjukkan bolehnya memendekkan rambut bagi wanita."
Sedangkan ulama Hanbali berpendapat, makruh hukumnya bagi wanita untuk memendekkan rambut. Terkecuali ada uzur atau hal-hal yang mengharuskannya memotong rambutnya. Seperti masalah yang umum dialami para wanita adalah kerontokan rambut yang dikhawatirkan bisa mengalami kebotakan.
Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Terkait memendekkan rambut bagi wanita, ulama Syafi’iyah membolehkannya. Dalam Roudhotuth Tholibin disebutkan, sebuah riwayat dari Abu Salmah bin Abdurrahman, ia mengatakan, "Aku pernah menemui Aisyah RA bersama saudara sepersusuan Aisyah. Dia bertanya pada Aisyah mengenai mandi janabah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Saudarinya tersebut mengatakan bahwa istri-istri Nabi SAW mengambil (memendekkan) rambut kepalanya sampai ada yang tidak melebihi ujung telinga." (HR Muslim).
Inilah alasannya para ulama Syafi'iyah membolehkan kaum wanita untuk memendekkan rambut. Imam Nawawi dalam Syarh Muslimmenegaskan, "Dalil ini menunjukkan bolehnya memendekkan rambut bagi wanita."
Sedangkan ulama Hanbali berpendapat, makruh hukumnya bagi wanita untuk memendekkan rambut. Terkecuali ada uzur atau hal-hal yang mengharuskannya memotong rambutnya. Seperti masalah yang umum dialami para wanita adalah kerontokan rambut yang dikhawatirkan bisa mengalami kebotakan.
Ada pula masalah rambut seperti kutu yang sudah sangat parah sehingga rambutnya harus dipotong. Ulama Hanbali dalam kasus ini turut membolehkannya. Namun, sebahagian ulama Hanbali lainnya mengharamkan memotong rambut bagi wanita jika tanpa uzur atau alasan sama sekali.
Dari dua pendapat ini, pendapat pertamalah yang paling rajih (kuat) dan bisa diambil pedoman hukum. Namun, memotong rambut bagi wanita bukan untuk meniru model dan gaya hidup kaum kafir.
Dari dua pendapat ini, pendapat pertamalah yang paling rajih (kuat) dan bisa diambil pedoman hukum. Namun, memotong rambut bagi wanita bukan untuk meniru model dan gaya hidup kaum kafir.
Demikian juga, meniru model rambut laki-laki juga diharamkan walau sejatinya Muslimah tetap mengenakan jilbab. Hal ini ditegaskan dalam hadis, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan (melaknat) wanita yang menyerupai lelaki." (HR Bukhari).
Hukum asal potong rambut bagi wanita adalah boleh. Batasan potong rambut bagi wanita adalah selama tidak melanggar dua hal, yaitu menyerupai lelaki dan menyerupai orang kafir.
Sudah menjadi kodrat bagi kaum hawa yang selalu ingin tampil cantik. Di antara perhiasan yang membuat wanita tam pil cantik dan feminin, terutama bagi suaminya, adalah rambut.
Seorang istri dianjurkan untuk merias diri di depan suami, termasuk persoalan menata rambut. Namun, bolehkah seorang wanita memangkas rambut yang sering disebut mahkota perempuan itu?
Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Terkait memendekkan rambut bagi wanita, ulama Syafi’iyah membolehkannya.
Dalam Raudhatuth Thalibin disebutkan, sebuah riwayat dari Abu Salmah bin Abdurrahman, ia mengatakan, “Aku pernah menemui Aisyah RA bersama saudara sepersusuan Aisyah. Dia bertanya pada Aisyah mengenai mandi janabah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Saudarinya tersebut mengatakan bahwa istri-istri Nabi SAW mengambil (memendekkan) rambut kepalanya sampai ada yang tidak melebihi ujung telinga.” (HR Muslim).
Inilah alasannya para ulama Syafi’iyah membolehkan kaum wanita untuk memendekkan rambut. Imam Nawawi dalam Syarh Muslimmenegaskan, “Dalil ini menunjukkan bolehnya memendekkan rambut bagi wanita.”
Sedangkan ulama Hanbali berpendapat, makruh hukumnya bagi wanita untuk memendekkan rambut. Terkecuali ada uzur atau hal-hal yang mengharuskannya memotong rambutnya.
Seperti masalah yang umum dialami para wanita adalah kerontokan rambut yang dikhawatirkan bisa mengalami kebotakan.
Sudah menjadi kodrat bagi kaum hawa yang selalu ingin tampil cantik. Di antara perhiasan yang membuat wanita tam pil cantik dan feminin, terutama bagi suaminya, adalah rambut.
Seorang istri dianjurkan untuk merias diri di depan suami, termasuk persoalan menata rambut. Namun, bolehkah seorang wanita memangkas rambut yang sering disebut mahkota perempuan itu?
Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Terkait memendekkan rambut bagi wanita, ulama Syafi’iyah membolehkannya.
Dalam Raudhatuth Thalibin disebutkan, sebuah riwayat dari Abu Salmah bin Abdurrahman, ia mengatakan, “Aku pernah menemui Aisyah RA bersama saudara sepersusuan Aisyah. Dia bertanya pada Aisyah mengenai mandi janabah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Saudarinya tersebut mengatakan bahwa istri-istri Nabi SAW mengambil (memendekkan) rambut kepalanya sampai ada yang tidak melebihi ujung telinga.” (HR Muslim).
Inilah alasannya para ulama Syafi’iyah membolehkan kaum wanita untuk memendekkan rambut. Imam Nawawi dalam Syarh Muslimmenegaskan, “Dalil ini menunjukkan bolehnya memendekkan rambut bagi wanita.”
Sedangkan ulama Hanbali berpendapat, makruh hukumnya bagi wanita untuk memendekkan rambut. Terkecuali ada uzur atau hal-hal yang mengharuskannya memotong rambutnya.
Seperti masalah yang umum dialami para wanita adalah kerontokan rambut yang dikhawatirkan bisa mengalami kebotakan.
Ada pula masalah rambut seperti kutu yang sudah sangat parah sehingga rambutnya harus dipotong.
Ulama Hanbali dalam kasus ini turut membolehkannya. Namun, sebagian ulama Hanbali lainnya mengharamkan memotong rambut bagi wanita jika tanpa uzur atau alasan sama sekali.
Dari dua pendapat ini, pendapat pertamalah yang paling rajih (kuat) dan bisa diambil pedoman hukumnya. Namun, memotong rambut bagi wanita bukan untuk meniru model dan gaya hidup kaum kafir.
Demikian juga, meniru model rambut lakilaki juga diharamkan walau sejatinya Muslimah tetap mengenakan jilbab.
Hal ini ditegaskan dalam hadis, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan (melaknat) wanita yang menyerupai lelaki.” (HR Bukhari).
Sebenarnya, tidak ada dalil sarih (tegas dan lugas) yang melarang atau menganjurkan wanita memendekkan rambutnya. Bahkan, tahalul (memotong rambut) dalam ibadah haji atau umrah hanya memotong beberapa helai rambut.
Dalam riwayat Abu Zur’ah yang tercantum dalam Tarikh Dimsyaq(1/88) disebutkan, “Wanita tidak boleh mencukur habis rambutnya, tetapi boleh memendekkannya.”
Hal yang sama juga pernah difatwakan Syekh Khalid al-Muslih. Dalam sebuah tayangan program Al-Jawab Al-Kafi di channel Al-Majd, Syekh Khalid pernah ditanya tentang batasan potong rambut bagi wanita.
Jawabannya, “Hukum asal potong rambut bagi wanita adalah boleh. Batasan potong rambut bagi wanita adalah selama tidak melanggar dua hal, yaitu menyerupai lelaki dan menyerupai orang kafir. Adapun selain itu, maka hukumnya boleh.”
Ulama Hanbali dalam kasus ini turut membolehkannya. Namun, sebagian ulama Hanbali lainnya mengharamkan memotong rambut bagi wanita jika tanpa uzur atau alasan sama sekali.
Dari dua pendapat ini, pendapat pertamalah yang paling rajih (kuat) dan bisa diambil pedoman hukumnya. Namun, memotong rambut bagi wanita bukan untuk meniru model dan gaya hidup kaum kafir.
Demikian juga, meniru model rambut lakilaki juga diharamkan walau sejatinya Muslimah tetap mengenakan jilbab.
Hal ini ditegaskan dalam hadis, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan (melaknat) wanita yang menyerupai lelaki.” (HR Bukhari).
Sebenarnya, tidak ada dalil sarih (tegas dan lugas) yang melarang atau menganjurkan wanita memendekkan rambutnya. Bahkan, tahalul (memotong rambut) dalam ibadah haji atau umrah hanya memotong beberapa helai rambut.
Dalam riwayat Abu Zur’ah yang tercantum dalam Tarikh Dimsyaq(1/88) disebutkan, “Wanita tidak boleh mencukur habis rambutnya, tetapi boleh memendekkannya.”
Hal yang sama juga pernah difatwakan Syekh Khalid al-Muslih. Dalam sebuah tayangan program Al-Jawab Al-Kafi di channel Al-Majd, Syekh Khalid pernah ditanya tentang batasan potong rambut bagi wanita.
Jawabannya, “Hukum asal potong rambut bagi wanita adalah boleh. Batasan potong rambut bagi wanita adalah selama tidak melanggar dua hal, yaitu menyerupai lelaki dan menyerupai orang kafir. Adapun selain itu, maka hukumnya boleh.”
Sedangkan, hukum membotaki rambut bagi wanita selain untuk tujuan pengobatan adalah haram.
Hal ini ditegaskan dalam hadis, “Rasulullah SAW melarang wanita mencukur (membotaki) rambutnya.” (HR Tirmidzi).
Dr Ahmad al-Syarbasi menambahkan, wanita yang mencukur habis rambutnya menyerupai tradisi jahiliyah yang sempat dilarang. Pada masa jahiliyah, wanita mencukur habis rambut mereka sebagai tanda berkabung dari kematian.
Menyerupai kaum jahiliyah atau kafir juga diharamkan, sebagaimana hadis Rasulullah SAW. “Siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR Abu Daud).
Meniru suatu kaum akan digolongkan sebagai bahagian dari kaum tersebut. Jadi, meniru orang kafir sama saja dengan mendaftar sebagai anggota orang kafir. Di samping itu, wanita yang botak menyerupai laki-laki juga secara tegas telah dilarang Rasul SAW.
Adapun yang lebih afdhal (utama) bagi wanita adalah tetap membiarkan rambutnya ter urai panjang. Wanita yang merawat dirinya dan bersolek untuk suaminya dihitung sebagai ibadah. Tentu saja, menyisir rambut bagi wanita dalam rangka bersolek untuk suami juga dinilai ibadah.
Wanita diharapkan bisa merawat dirinya, termasuk urusan rambut agar rambut menjadi perhiasan dan mempercantik dirinya. Dalam hadis disebutkan, “Siapa yang mempunyai rambut (indah), maka muliakanlah (pelihara lah).” (HR Abu Dawud).
Intinya, rambut pendek bagi wanita tidaklah masalah. Yang paling penting kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya berupa rambut hanya diperuntukkan bagi mahram dan suaminya.
Hal ini ditegaskan dalam hadis, “Rasulullah SAW melarang wanita mencukur (membotaki) rambutnya.” (HR Tirmidzi).
Dr Ahmad al-Syarbasi menambahkan, wanita yang mencukur habis rambutnya menyerupai tradisi jahiliyah yang sempat dilarang. Pada masa jahiliyah, wanita mencukur habis rambut mereka sebagai tanda berkabung dari kematian.
Menyerupai kaum jahiliyah atau kafir juga diharamkan, sebagaimana hadis Rasulullah SAW. “Siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR Abu Daud).
Meniru suatu kaum akan digolongkan sebagai bahagian dari kaum tersebut. Jadi, meniru orang kafir sama saja dengan mendaftar sebagai anggota orang kafir. Di samping itu, wanita yang botak menyerupai laki-laki juga secara tegas telah dilarang Rasul SAW.
Adapun yang lebih afdhal (utama) bagi wanita adalah tetap membiarkan rambutnya ter urai panjang. Wanita yang merawat dirinya dan bersolek untuk suaminya dihitung sebagai ibadah. Tentu saja, menyisir rambut bagi wanita dalam rangka bersolek untuk suami juga dinilai ibadah.
Wanita diharapkan bisa merawat dirinya, termasuk urusan rambut agar rambut menjadi perhiasan dan mempercantik dirinya. Dalam hadis disebutkan, “Siapa yang mempunyai rambut (indah), maka muliakanlah (pelihara lah).” (HR Abu Dawud).
Intinya, rambut pendek bagi wanita tidaklah masalah. Yang paling penting kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya berupa rambut hanya diperuntukkan bagi mahram dan suaminya.
Labels: Fiqh Wanita


0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home